Balada Mahasiswa Semester Tiga

Akhirnya kuliah juga. Ya begitulah. Hari ini, Senin 29 September 2014 saya resmi menjalani hari pertama sebagai mahasiswa. Mahasiswa tenanan, yang harus kembali gelut dengan tugas. Mahasiswa semester 3 yang sudah punya adik angkatan (padahal belum pantes dipanggil mas dengan sifat yang kekanak-kanakan begini). Mahasiswa sing kudune membaca lebih banyak buku ekonomi atau pendidikan, bukan malah menganggap Soccernomics sebagai buku referensi wajib dan harian BOLA sebagai diktat. Mahasiswa yang harusnya lebih banyak bicara tentang pertumbuhan ekonomi, anggaran pendidikan, atau kebijakan presiden baru di 2 bidang tersebut. Bukan malah ngomong berapa skor Liga Inggris tadi malam, Liga Italy, Real Madrid menang piro-piro? Poin fm supersoccer yang suram, atau taruhan bola yang gagal tembus.

Mungkin anda akan bertanya-tanya, ngapain saya sok-sokan nulis mulai kuliah hari ini. Sementara kuliah perdana di UNY sudah berjalan sejak 8-9-2014. Itu berarti hari ini adalah minggu ke 4 dari 16 minggu masa kuliah. Lantas, selama ini kau kemana nak? Membolos selama 3 pertemuan? Mau menghabiskan 25% toleransi ketidakhadiran? Tidak sama sekali.

Sejak kuliah kick off tanggal 8, saya selalu menghadiri kelas sesuai dengan banyaknya sks yang ditempuh. Masuk kelas, lalu keluar, masuk lagi, keluar lagi, bahkan ada yang sehari bisa maraton seperti rapat paripurna RUU Pilkada. Secara fisik, badan saya memang ada di kelas, ikut menerima materi seperti teman-teman yang lain. Namun hati saya masih memikirkan tanggung jawab untuk menyelesaikan seminar nasional. Acara yang sudah mulai dipikirkan sejak Mei. Dan akhirnya sudah terlaksana. The Fucking End.

Rasa tentang semnas hampir tak beda dengan memiliki wanita pujaan. Setiap hari selalu kepikiran, kadang sampai terbawa ke alam mimpi. Selalu terbayang-bayang di setiap denyut kehidupan. Begitulah seminar nasional, 4 bulan memenuhi isi kepala, membuatku terlihat bodoh dan tak dewasa karena mumet, pusyang. Mumet yang dipendam terus, tak ubahnya dengan perasaan yang tak terucap pada gadis idaman. Dan akhirnya kemumetan yang terpendam itu meledak dalam bentuk umpatan, misah-misuh, fuckang fucking, shat shit, usa asu. Jadi jangan heran jika selama 3 minggu masa kuliah saya lebih banyak merapal kata fucking dibanding dengan bicara ekonomi.

Semnas sudah selesai, setelah ini mau apa? Mau kuliah perdana ekonomika pertanian Senin hari ini, kerjakan berbagai tugas yang menumpuk. Ada tugas kuliah yang perlu dirampungkan. Ada pula tugas sejarah yang perlu dituntaskan. Menuntaskan tugas sejarah yang terdiri dari kepingan-kepingan memori masa lalu. Masa lalu lelah hingga berujung sedih masa kini. Menyusun kembali potongan-potongan kebetulan agar semua terletak pada tempatnya, mapan pada hakikatnya.

Semester 3 dengan 24 sks di depan mata. Itu artinya semangat perlu dijaga, apalagi bagi mereka  yang fucking alone alias jomblo. Jangan nglokro mblo, karena jomblo diwajibkan untuk konsisten sambil menyemangati dirinya sendiri. Bukankah kau, mengutif baris puisi Sapardi, “sudah berjanji pada sejarah untuk pantang menyerah”.

Dan sebaris kalimat yang tertulis di tembok Korps Brimob Sentolo terasa pas sebagai bekal kuliah pertama kali ini ...

Sekali langkah pantang menyerah, sekali tampil harus berhasil

Semoga 13 minggu kedepan akan cerah, lancar, dan tiada kurang suatu apapun. 24 sks, 1200 menit dalam seminggu dan 15600 menit untuk 13 minggu. Tandangi dab....

Selesai sudah, aku cinta padamu cyuus

Dab Pandu

*penulis adalah mahasiswa semester 3, membaca buku karangan Simon Kuper dan Stefan Szymanski daripada Keynes, Samuelson, ataupun Mankiw.*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Akhir Tahun: 2022, Kembali dan Mengingat Mourinho

Melihat Huesca, Mengingat Chairil

Catatan Akhir Tahun: Di Garis Batas