Mendengarkan The Trees and The Wild


rasuk

sumber gambar: https://rtc.ui.ac.id/2016/08/10/album-review-the-trees-the-wild-rasuk/

Beberapa waktu ini saya sering mendengarkan lagu dari The Trees and The Wild (selanjutnya disebut TTATW). Ini bukan band luar, melainkan Indonesia, khususnya Bekasi (kecuali Bekasi masih dianggap masuk planet atau galaksi lain hehe). Saya mengenalnya sekitaran tahun 2016 atau 2017. Pokoknya waktu mengerjakan tugas akhir skripsi yang tak kunjung selesai itu saya mulai mendengarkan band dengan kekuatan lima personil ini.

Perkenalan saya dengan band ini tidak sengaja. Awalnya dari Midnight Quickie, sebuah grup yang mengusung aliran musik EDM. Saat berangkat ke kampus, baliho dari Midnight Quickie sering terpampang nyata di pertigaan Kolombo. Dekat kantor polisi itu, hadap ke barat. MQ saat itu masih beranggotakan tiga orang personil, kalau sekarang hanya tinggal dua. Waah menarik ini, begitu pikiran saya waktu itu.

Ndilalah vokalis Midnight Quickie juga vokalis TTATW. Berawal dari lihat Youtube Midnight Quickie, maka sampailah saya pada band kebanggaan Bekasi ini. Waktu itu lagu yang pertama saya tahu adalah Empati Tamako. Yang bagian akhirnya diulang-ulang, yang pengulangannya tidak terhitung. Terang yang kau dambakan, hilanglah semua yang kau tanya.

Setelah mendengar Empati Tamako, saya mulai cari-cari tahu. Ada apa gerangan dengan band ini. Kok musiknya enak dan cocok. Sebenarnya saya bukan orang yang tau musik, tapi asal terasa cocok saja saya suka. Mungkin ini yang dinamakan selera, dan kata orang Jerman, “tidak ada perdebatan mengenai selera.”

Berawal dari Empati Tamako, saya mulai mendengar lagu-lagu lain. Saija, Tuah Sebak, Monumen, Srangan adalah beberapa diantaranya. Ternyata lagu tersebut merupakan bagian dari Album Zaman, Zaman. Album ini dirilis tahun 2016 dan menjadi album kedua TTATW. Berarti ada album pertama dong?

Ya, album pertama berjudul Rasuk yang dilempar ke pasar pada tahun 2009 dan menandai debut band ini di kancah musik nasional. Saat itu masih ada Iga Massardi yang kini kondang dengan grup Barasuara.

Di antara kedua album tersebut, saya pribadi lebih suka album Rasuk. Menurut saya album Rasuk lebih menenangkan dan juga menyenangkan. 

Dari album Rasuk, track yang saya jagokan adalah Honeymoon on Ice, Malino, dan Kata. Derau dan Kesalahan juga bagus, Verdure juga top. Coba simak salah satu bagian dari Honeymoon on Ice di bawah ini. Cukup berima dalam satu tarikan nafas.

I'll be sitting and i'll be waiting for you

Cause all this thoughts and all this hopes

Will go blue

Atau bagian akhirnya

I can feel you in my sleep

The fear of eve is in my grief

The smile of light is flashing both my eyes

Tapi yang baru menjadi favorit saya adalah Kata. Lagu ini diplot sebagai lagu terakhir album Rasuk. Liriknya singkat dan ringkas. Ada dua bait dengan tiga sampai empat baris. Sama seperti Empati Tamako, ada bagian bagian yang diulang-ulang, tapi cuma satu kata saja.   

Saya terkesan dengan pemilihan diksi di lagu Kata.  Membuat penasaran, ini lagu maksudnya apa dan bagaimana? Tentang ‘hitung nafas yang kelak berat,”. Tentang “kau kan sakit dan pergi, tanpa waktu yang pasti.” Juga “ucapkan maaf, dan kau pun akan tetap di sini”

Dan satu kata yang diulang-ulang. Apakah itu bercerita dan berharap tentang sesuatu yang menjadi semoga?  Atau soal pernyataan sikap untuk tidak bergeming dalam satuan waktu tertentu? Lhoh kok malah jadi bertanya-tanya. Silahkan anda menikmatinya sendiri, silahkan anda menafsirkannya sendiri. Sesuai selera. Sekali lagi, kalau kata orang Jerman, tidak ada perdebatan mengenai selera. Gak tahu kalau orang Indonesia.

Selesai sudah...  

Selamanya selamanya selamanya

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Akhir Tahun: 2022, Kembali dan Mengingat Mourinho

2021: Sebuah Catatan Singkat