Setahun Lalu dan Setahun yang Akan Datang

Senin, 11 Juli 2011

Setelah memasukkan sebuah kendaraan roda dua dengan merk Sm*sh di parkiran, segera kulangkahkan kaki ini menuju kelas. Sebelumnya, tertera di papan pengumuman nama-nama penghuni kelas. Jurusan? jangan tanya, IPS Japemethe dab. Setelah kutemukan namaku, ternyata aku masuk pada sebuah kelas di. Pada waktu itu, cara pembagian penghuni kelas diurutkan menurut urut mambu, eh bukan. Yang betul adalah  urut Abjad. Karena namaku berawal dari huruf P, maka secara aklamasi aku menjadi penghuni kelas IPS 3. 

Setelah menemukan ruangan kelas yang dimaksud, langsuh saja masuk dan meletakkan tas pada kursi. Tak lama  berselang, bel berbunyi, menandakan upacara pembukaan ajaran baru segera dimulai. Di lapangan, aku bertemu dengan teman-teman seperjuangan di kelas X dahulu, kuajak mereka bercakap-cakap sekedar menunggu upacara dimulai. Selesai upacara, kembalilah kami ke kelas masing-masing.

Di kelas ini aku mengenal berbagai manusia yang tidak kukenal sebelumnya. Dengan berbagai macam latar belakang kelas wajar saja jika bertemunya kami pertama kali membuat suasana masih agak kaku. Dimana masing-masing anak masih asyik mengobrol dengan teman sekelasnya sendiri, belum bisa nyampur seperti es dawet.  Aku melirik beberapa teman laki-laki ( NB: aku bukan homo lho ), ada beberapa wajah yang tersamarkan di pikiran, berkumpul mengelilingi sebuah meja sambil bicara ngalor-ngidul. Dengan badan besar-besar dan muka lumayan sangar, aku sempat mengira mereka adalah kumpulan debt collector atau malah bandar judi euro.

Beberapa saat kemudian, wali kelas kami masuk. Setelah masing-masing siswa memperkenalkan diri maka  diadakanlah pemilihan perangkat kelas. Akhirnya dipilihlah ketua yang memiliki badan besar (baca: goyor) dengan harapan mampu bersikap tegas dan tidak pandang bulu. Entah itu bulu mata, bulu hidung atau bulu yang lain. Maka hari-hari di IPS 3 segera dimulai.

Duduk dipojok bangku deretan belakang
Didalam kelas penuh dengan obrolan
Slalu mengacau laju hayalan

Dari jendela kelas yang tak ada kacanya
Dari sana pula aku mulai mengenal
Seraut wajah berisi lamunan

(Jendela Kelas-Iwan Fals).

Cerita di atas adalah peristiwa setahun yang lalu. Hari ini, kita masih bisa leyeh-leyeh karena sedang menjalani musim liburan. Tapi beberapa bulan lagi kita akan menghadapi sebuah laga penentuan, yang bisa mambuat perasaan menjadi tegang. Seperti Bambang Pamungkas ketika mengeksekusi penalti lawan Thailand lah tingkat ketegangannya (maaf, ini contoh tahun 2010). Ya, laga dengan senjata pensil 2B bertajuk Ujian Nasional (kasih efek biar kelihatan dramatis).

Apa yang kita kita alami setahun lalu mungkin tidak akan terulang lagi setahun mendatang. Di kelas 3, kita tidak bisa lagi “berkelahi dengan dunia”, membuat kelas menjadi tidak kondusif. Melakukan hal-hal yang kurang bermartabat harus dikurangi (ini khusus bagi kaum adam). Kita mungkin akan lebih pragmatis, dan bersikap alim. Tapi tak apa, kelak kita akan bersama-sama lagi meninju congkaknya dunia, berkelahi dengan sombongnya kehidupan.

Together We Can, Together We Make History

Salam ++ sekarang dan selamanya,

Dab Pandu...

NB: MOHON MAAF KALAU PAKE KOSAKATA AKU-KAMU, AGAR MIRIP MAS ANANG...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Akhir Tahun: 2022, Kembali dan Mengingat Mourinho

Melihat Huesca, Mengingat Chairil

Catatan Akhir Tahun: Di Garis Batas