83 Tahun PSIM Yogyakarta, Menuju Era Industri Sepakbola

Hari ini, 5 September 2012 adalah hari yang spesial bagi
aku, kamu, kalian, dan kita semua pendukung tim PSIM Yogyakarta. Di hari Rabu
Pahing ini, klub kebanggaan warga Yogya ini bertambah lagi usianya menjadi 83
tahun. 83 tahun bukanlah perjalanan yang singkat bagi sebuah klub. Sejarah mencatat
bahwa PSIM adalah klub pertama di Indonesia yang menggunakan nama Indonesia.
waktu itu kebanyakan klub masih menggunakan nama Belanda. Bersama beberapa klub
lain, PSIM juga mempelopori berdirinya PSSI. Hingga kini, monumen PSSI masih
tegak berdiri satu komplek dengan wisma PSIM di Baciro, utara Stadion Mandala
Krida. 83 tahun bukanlah waktu yang pendek bagi para pendukung PSIM. Dengan semboyan
,”PSIM warisane simbah,” bertahan pula 3 generasi loyalis PSIM. Sebuah
mentalitas yang harus dijaga sampai kapanpun.
Sejak berdirinya hingga hari ini, PSIM telah mengalami era
pasang surut. Promosi dan degradasi telah dialami oleh laskar mataram. Namun dalam
2 musim terakhir prestasi PSIM lumayan stabil. mengikuti kompetisi divisi utama
2010/2011, PSIM berhasil finish di urutan 5 dan berhasil mendapat hak suara di
kongres PSSI 2011. Prestasi tersebut cukup membanggakan karena pada musim itu skuad PSIM 100% adalah
pemain lokal. Musim berikutnya, target PSIM diubah. Klub yang jerseynya identik
dengan batik parang biru ini ditarget promosi ke kasta tertinggi, ISL. Skuad pun
diperbaiki dengan mendatangkan 3 pemain asing asal Belanda. Namun sayang, PSIM
gagal pada tahap akhir karena di babak Play-off dikalahkan Gresik United dengan
skor 1-3. Tapi tak apa, menjadi 4 besar di akhir musim kompetisi dengan kondisi
keuangan yang kurang lancar tetap menjadi pencapaian luar biasa bagi PSIM.
Semenjak dana APBD dilarang digunakan untuk klub sepakbola,
mau tak mau PSIM harus bertansformasi menjadi klub profesional. Pengalaman
musim lalu membuktikan, bahwa mencari sponsor adalah pekerjaan yang tidak
ringan, apalagi ditambah dengan adanya dualisme liga. Harus ada
terobosan-terobosan baru untuk mencari sumber-sumber pendapatan baru. Ada
beberapa saran dari aku, generasi 95 pendukung PSIM yang mulai mengenal klub
ini dari sebuah radio bermerk nasional.
1.
PSIM dikenal memiliki basis pendukung yang militan.
Menurut pengamatan aku, kesetiaan pendukung klub ini sudah teruji ketika PSIM
sempat mengalami kesulitan dana di musim kompetisi 2008/2009. Hal inilah yang
menjadi modal utama untuk mencari sponsor. Tentunya sponsor akan memilih klub
dengan jumlah penonton yang stabil di angka tinggi, agar promosi produknya
menjadi lebih baik. Aku pernah mendapat pencerahan di FB bahwa ada sebuah
produk minuman energi yang menaikan harga eceran produknya dari 800 rupiah
menjadi 1000 rupiah karena mengontrak Del Piero untuk menyambut pergelaran
piala dunia. Harga 200 perak tersebut adalah biaya tambahan untuk marketing. Di
Arema, saya melihat board pinngir lapangan dimana board tersebut mempromosikan
warung sate kambing. Sekedar diketahui, biaya pasang board di Arema adalah 5-6
juta setiap live atau bigmatch dan 3-4 juta jika pertandingan tidak live. Jika PSIM
bekerja sama dengan sebuah produk berskala nasional, dan para penjualan produk
tersebut akan meningkat di area Yogyakarta maka kedua belah pihak akan merasa
sama-sama diuntungkan. Nah, basis pendukung yang militan tersebut adalah
kuncinya.
2.
Dalam pantauan aku di dunia maya, akun Facebook
halaman PSIM JOGJA di-like sebanyak 60.783
orang juga merupakan modal yang baik untuk mempromosikan berbagai macam
marchendise bagi para pendukungnya. Di musim lalu saya melihat penjualan
marchendise PSIM sudah cukup baik, namun di musim mendatang harus lebih
ditingkatkan. Ada baiknya PSIM membuka lapak ketika PSIM bertanding di Mandala
Krida. Pendukung PSIM harus menjadi lebih PSIM lagi. Selama ini kita mengenal
marchendise hanya pada kaos dan atribut yang hanya bisa dipakai ketika PSIM
bermain. Mungkin manajemen PSIM bagian marketing bisa membuat marchendise yang
menjadi benda rumah tangga, seperti jam PSIM, cangkir ,bantal guling PSIM dan
kalender PSIM. Dalam pembuatan kalender khusus PSIM, bisa juga dibuka penawaran
bagi sponsor dengan deal-deal tertentu.
3.
Dari pantauan diriku ketika menonton langsung
PSIM di Mandala Krida, terlihat sebagian anak-anak usia pelajar yang menjadi
pendukung PSIM. Pendukung PSIM dalam rentang usia ini memang emosinya masih
labil, tetapi potensinya luar biasa untuk dikembangkan. Menurut data dari DATA
PILAH KOTA YOGYAKARTA tahun 2007, jumlah penduduk usia sekolah 5-19 tahun
adalah 49, 554 orang, itu baru yang laki-laki. Jika ditambah perempuan maka
hasilnya adalah 152,265 orang. Angka tersebut adalah data tahun 2007 dimana saat
ini bisa berubah. Hal ini bisa dimanfaatkan jajaran marketing PSIM untuk
membuat buku tulis edisi khusus PSIM setiap tahun ajaran baru. Mungkin manajemen
PSI bisa mengambil sekitar 10-20 persen pangsa pasar buku tulis di yogyakarta. Mengenai
pendistribusian, bisa langsung door to door ke koperasi sekolah ataupun melalui
jaringan kelompok suporter.
4.
Memanfaatkan pertandingan big-match dengan
sebaik mungkin. Seperti kita ketahui bersama-sama, bigmatch PSIM adalah partai
klasik derby mataram melawan Persis Solo. Nah, pertandingan ini memiliki
potensi ekonomi yang lebih tinggi dari partai lain. bisa saja manajemen PSIM
mengelola pertandingan ini seperti pertandingan El Clasico. Dimana para
suporter PSIM yang hadir diberi kenang-kenangan khusus seperti suporter Madrid
diberi bendera berlogo el Real ketika melawan Barcelona.
4 hal diatas adalah sebuah pemikiran dangkal dari aku,
generasi 95 pendukung PSIM yang masih minim pengalaman ketika mendukung klub
ini. Untuk PSIM, selamat ulang tahun ke 83, menang ataupun kalah, kami akan
selalu mendukungmu.
Sebagai penutup, ijinkan saya mengutip perkataan legendaris
dari Bill Shankly, legenda liverpool,
“If you can't support us when we draw or lose, don't support us
when we win”
Salam
Japemethe, aku cinta padamu
Dab
Pandu...
Komentar
Posting Komentar