Perjalanan Akhir Tahun : Mlaku Bengi- Bengi, Terinspirasi Divisi Siliwangi

Jalan kaki, mungkin aktivitas ini sudah jarang dilakukan oleh kita semua. Dengan semakin banyak dan canggihnya berbagai alat transportai membuat jalan kaki adalah pilihan terakhir jika kita berpergian ke tempat yang agak jauh. Sekarang saja siswa yang berangkat ke sekolah dengan jalan kaki dapat dihitung dengan jari. Teman saya ada yang jalan kaki untuk pergi ke sekolah, tapi omahe yong mung lor sekolah. Kurang dari 5 menit saja sampai. Coba kalau rumahnya Alun-Alun, berangkat sekolah ke Banguntapan dengan jalan kaki, baru saya acungi 4 jempol (kalau sampai sekolahan lho, bisa-bisa sudah semaput duluan je).

Sebenarnya jalan kaki sangat bermanfaat bagi kita semua. Kita sering lihat iklan di TV bahwa minimal setiap hari kita harus jalan kaki 10.000 langkah. Hal tersebut dapat berguna untuk mengurangi resiko osteoporosis. Buat anda yang terancam pembungkukan karena sering ya gitu deh harusnya sering jalan kaki. Jangan hanya ya gitu deh saja yang menjadi rutinitas.

Entah ini sengaja atau tidak, di akhir tahun kemarin saya dan 2 rekan saya iseng-iseng (padahal terpaksa) jalan kaki. Niatnya cuma menghabiskan akhir tahun dengan mengunjungi perayaan Sekaten di alun-alun utara. Mosok  akhir tahun cuma dihabiskan di rumah saja, sambil memandangi hujan yang turun dengan derasnya, terus nyetel lagu yang bernuansa melankolis. Terus galau akut. Weleh-weleh.

Agar tidak ribet, kami sepakat untuk naik Trans Jogja saja. Hitung-hitung ngecek kenyamanan transportasi massal di kota Yogyakarta. Berangkat dari rumah bakda maghrib, kami bertiga jalan kaki menuju halte Trans Jogja yang terletak di Tegalgendu. Pukul 7 kurang kami telah sampai di halte, terus leyeh-leyeh. Waktu itu, mas-mas penjaga hate belum bisa memastikan apakah ada bis yang mengangkut kami. Masalahnya TJ jam operasionalnya cuma sampai jam 8 saja, dan ada beberapa jalan yang ditutup karena masalah kemacetan. Sambil menunggu bis, kami bertiga rasan-rasan apa aja. Mulai  dari masalah sepakbola Indonesia yang kisruh terus, film yang sedang laris manis, dan peluncuran CD album JKT48 (besok kalau sudah ada, pada beli CD nya ye, tanggal 18).

Jam 7 lewat baru TJ datang, dan setelah mas-mas nego dengan sopir akhirnya kami bertiga diangkut TJ. Tapi, ya hanya sampai halte Museum Perjuangan yang terletak di Jalan Kolonel Sugiono Jokteng Wetan, padahal kami mau ke alun-alun. Tapi namanya juga pejuang, kami asik-asik aje. Yang penting sampai Jokteng Wetan dulu, urusan lain dipikir nanti. Daripada hanya leyeh-leyeh di rumah. Ternyata bis TJ itu sudah nyaman, AC nya adem, tinggal kapasitas tempat duduk saja yang agak kurang.

Beberapa menit perjalanan, kami sampai di pemberhentian pertama halte TJ Jokteng Wetan. Mau tak mau kami harus turun. Setelah itu bagaimana ndan? Saya tanya teman saya. Jalan kaki sampai alun-alun utara, begitu perintah sang komandan. Saya jadi teringat sebuah adegan film Black Hawk Down. Di adegan tersebut, pasukan AS yang tidak dapat diangkut dengan panser harus jalan kaki untuk kembali ke markas. Bedanya, mereka dikejar-kejar oleh milisi Somalia, sedangkan kami dikejar-kejar hujan. Untung 2 teman saya bawa payung, jadi saya bisa nebeng, wekekeke.

Akhirnya perjalanan kami dimulai, dari jalan Kolonel Sugiono, kami belok ke utara ke Jalan Brigjen Katamso. Baru beberapa menit, sang komandan sudah sambat ngeleh. Akhirnya kami berhenti sejenak di Angkringan untuk mengisi amunisi. Komandan saya sempat mengingatkan agar tidak salah mengambil lauk, karena pada lain kesempatan saat makan di angkringan ia malah ngambil tape sebagai teman nasi. Weleh-weleh.

Selesai makan, lanjuuut (gaya Ariel)

Baru beberapa langkah, giliran saya yang sambat kebelet pipis. Akhirnya cari masjid terdekat deh. Setelah itu perjalanan diteruskan. Setelah melewati lika liku jalan akhirnya sampailah kami di Alun-Alun Utara. Dimana ada perayaan sekaten, sebuah perayaan yang diadakan guna memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW yang  dihelat sampai tanggal 24 Januari 2013.

Pemandangan khas Sekaten terlihat di depan mata. Ada tong setan, kora-kora, rumah hantu, dan yang spesial (walaupun sempat didemo LSM pecinta binatang) sirkus satwa lumba-lumba. Kami berkeliling sampai puas. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan ke utara menuju titik 0 kilometer. Di sana, walaupun hujan tetep aje ada keramaian. Ada pameran fotografi yang diadakan di depan Monumen SO 1 Maret.

Waktu baru menunjukan pukul 9 ketika kami memutuskan untuk kembali ke jalan yang benar (pulang). Tapi naik apa dab? TJ sudah tidak muter lagi, ya sudah jalan kaki lagi. pokoknya sekali layar terkembang, surut kita berpantang. Itung-itung nyaingi divisi Siliwangi (walaupun tidak kesampaian).

Rasan-rasan soal divisi Siliwangi, kita agak ganti cerita dulu ye. Sekalian belajar sejarah, biar ceerrdass. Pasukan ini dikenal juga dengan pasukan hijrah. Mereka ditarik dari markas mereka di Jawa Barat(dikuasai NICA) menuju ke daerah RI sebagai konsekuensi dari Perjanjian Renville. Ketika tejadi pemberontakan PKI madiun tahun 1948, divisi ini ikut ditugaskan menumpas PKI. Nah, ketika terjadi agresi militer Belanda yang ke 2 pada 19 Desember 1948 Panglima Besar Jenderal Sudirman memutuskan untuk bergerilya dan divisi Siliwangi diperintahkan  untuk kembali ke Jawa Barat. Perjalanan dari Jogja menuju Jawa Barat ditempuh dengan jalan kaki lho. Ajegilleee...

Kembali ke cerita pulang ye. Rute kami waktu itu adalah 0 kilometer ke timur, taman pintar, ke timur terus. Setelah beberapa saat, lalu belok ke selatan di daerah Bintaran (yang ada museum Jenderal Sudirman). Setelah itu ke timur lagi dan akhirnya sampai Tamsis. Ngomong2, ngerti tamsis to son? Sesaat berjalan di tamsis, komandan saya sikilnya sudah gempor dan mengajak untuk leyeh-leyeh sejenak. Sebagai bawahan, saya nurut aja. Ketika merasa sudah bugar kembali, sang komandan mengajak untuk melanjutkan perjalanan.

Sesampainya di daerah tungkak, komandan sudah tidak kuat lagi dan memutuskan untuk memanggil panser (baca:becak). Percakapan sang komandan kira-kira begini:

Komandan : becak pak...
Abang becak : ngendi?
Komandan: giwangan pak, cerak SGM, pinten pak?
Abang becak : 20 ewu.
Komandan : wah, nek 20 ewu mending mlaku aku pak.
Abang becak: pergi...
@#$%^^&*()

Selang beberapa langkah kami dihampiri lagi oleh abang becak, setelah terjadi nego yang cukup alot akhirnya kami diangkut deh. Pendek kata kami berhasil sampai di kantong gerilya sekitar jam 22.30 (berarti belum ganti taun ye). 

Begitulah dari saya, maap kalau kagak sempat foto-foto. Kalau ada yang nggak bercaya, besok bisa dicoba deh. Tapi ajak saya sekalian lho... wekekeke

Selesai sudah, aku cinta padamu cyuus

Dab Pandu

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Akhir Tahun: 2022, Kembali dan Mengingat Mourinho

Melihat Huesca, Mengingat Chairil

Catatan Akhir Tahun: Di Garis Batas