PAHLAWAN

Tepat 66 tahun lalu, para pejuang kemerdekaan Indonesia bertempur habis-habisan melawan pasukan asing yang berniat menguasai kembali Indonesia. Pertempuran yang terjadi di Surabaya tersebut tercatat sebagai pertempuran paling besar dalam sejarah revolusi Indonesia. Bagaimana tidak, republik yang baru berumur jagung menghadapi hegemoni asing yang telah mapan dari segi persenjataan maupun personil militer. Tentara RI yang waktu itu lulusan PETA, Heiho, dan barisan lain berjibaku melawan tentara Inggris yang telah berpengalaman memenangi World War II.

Pertempuran 10 November dipicu oleh tewasnya komandan pasukan Inggris yakni Brigjen Mallaby. Inggris pun meradang dam mengultimatum bangsa Indonesia untuk menyerahkan diri dan meletakkan senjata paling lambat pukul 6.00 pagi tanggal 10 November. Bangsa Indonesia tentunya menolak hal ini. Konsekuensinya, Surabaya pun digempur habis-habisan pasukan Sekutu. Korban pun berjatuhan di pihak Indonesia. Inggris pun mengira perlawanan bangsa ini akan terhenti dalam kurun waktu 3 hari. Tetapi, semangat perlawanan pasukan Indonesia tidak pernah ciut. Tokoh seperti Bung Tomo terus-menerus mengobarkan semangat perlawanan dengan pidato-pidatonya yang heroik. Perjuangan di Surabaya tidak sia-sia. Sejarah mencatatnya dengan tinta emas, tanggal 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Di masa kini, agak sulit untuk mencari orang yang disebut Pahlawan. Siapakah pahlawan? Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pahlawan adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani. Menurut saya, pahlawan adalah orang yang mendahulukan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan. Di masa lalu, kita mengenal sosok Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Beliau adalah tokoh yang lebih mengutamakan kepentingan bangsa dari kepentingan pribadi. Pak Sultan dengan sukarela menyediakan Yogyakarta sebagai ibukota RI. Beliau jugalah yang membiayai pengeluaran RI dengan menggunakan kas kraton Yogya. Padahal, jika beliau mau berkomplot dengan Belanda, beliau diberi kekuasaan sebagai pemimpin Pulau Jawa. Beda dengan masa kini bukan ???

Saat ini, Bangsa Indonesia masih harus berjuang menghadapi penjajahan. Bung Karno berkata,'' perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tetapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri''. Saat ini petani kita harus berjuang melawan kebijakan pemerintah yang membuka lebar-lebar pintu impor. Petani garam harus berjibaku menghadapi serbuan garam asing yang diakibatkan pemerintah terlalu welcome terhadap garam asing. Bangsa ini butuh seorang pahlawan yang dapat membebaskan rakyatnya dari jeratan kemiskinan. Pahlawan yang tidak mengekor pada kepentingan asing. Bung Karno juga pernah berujar pada pidato HUT proklamasi tahun 1963,'' Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan
mengemis, kita tidak akan minta-minta apalagi jika bantuan-bantuan
itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu ! Lebih baik makan
gaplek tetapi merdeka, dari pada makan bestik tetapi budak''.


Terakhir, marilah kita semua merenungkan kembali semangat hari Pahlawan. Sudahkah kita berbuat yang terbaik bagi bangsa ini? Seorang Toni Blank berkata,'' Jangan tanya apa yang telah negaramu berikan untukmu, tetapi kamu sendiri yang tahu apa yang kau berikan untuk negara''. Mari kita berbuat yang terbaik untuk bangsa yang kita cintai ini. Karena sekecil apapun pasti sangat berarti.

Selamat Hari Pahlawan
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya...

Selesai sudah...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Akhir Tahun: 2022, Kembali dan Mengingat Mourinho

Melihat Huesca, Mengingat Chairil

Catatan Akhir Tahun: Di Garis Batas