Ayo Siaga Bencana...

Kalau ada gempa lindungilah kepala
Kalau ada gempa sembunyi kolong meja
Kalau ada gempa hindari dari kaca
Kalau ada gempa lari ke lapangan terbuka

Tulisan diatas adalah lirik dari lagu yang pernah diajarkan di PMR sewaktu SMP. Lagu yang mengajarkan kita untuk bertindak jika sewaktu-waktu gempa terjadi. Untuk anak-anak ukuran SD dan SMP, lirik ini sangat mudah dihafal. Hal ini sangat membantu untuk memberikan pengetahuan mengenai kesiapsiagaan bencana bagi mereka.

Mengapa pengetahuan siaga bencana penting?

Indonesia dihimpit oleh 3 lempeng besar di dunia, yakni Australia, Eurasia, dan Pasifik. Selain itu Indonesia juga dilalui jalur pegunungan yang biasa disebut Cincin Api Pasifik alias Ring of Fire. Maka dari itu, potensi dari terjadinya bencana alam seperti gempa dan tsunami di Indonesia memang sangat besar.

Bencana tsunami Aceh dan gempa di Yogyakarta merupakan contoh dari letak negeri ini yang memang sangat strategis untuk pertemuan 3 lempeng besar. Gempa memang tidak dapat diprediksi, tetapi kita dapat melakukan persiapan untuk mengurangi resiko bencana tersebut menjadi seminimal mungkin.

Undang-Undang no.24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana mengamanatkan bahwa pengurangan resiko bencana harus terintegrasi dengan sektor pendidikan. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah penerapan kurikulum siaga bencana di sekolah-sekolah. Sekolah dapat menempilkan pengetahuan siaga bencana dengan cara memasukkannya kedalam muatan lokal. Program ini akan memberi manfaat besar kepada para siswa agar mereka tidak gagap bencana tetapi tanggap bencana.

Salah satu cara lain adalah kegiatan sosialisasi kepada masyarakat tentang kesiapsiagaan bencana. Dengan sosialisasi, diharapkan masyarakat menjadi paham dan mereka bisa membentuk desa siaga bencana. Di kabupaten Sleman, DIY dan Klaten, Jawa Tengah telah terbentuk beberapa desa siaga bencana. Jumlah tersebut diharapkan meningkat sampai setiap kabupaten/kota di Indonesia memiliki desa siaga bencana.

Kegiatan yang tak kalah penting adalah simulasi saat terjadi bencana. Dengan sering melakukan latihan, maka kepanikan masyarakat waktu menghadapi bencana akan berkurang sehingga dapat menekan jumlah korban jiwa. Kita ambil contoh dari Jepang, sewaktu terjadi bencana gempa Maret 2011 lalu terlihat dalam video masyarakat mereka tidak panik. Mereka tetap tenang dan waspada sambil melindungi kepala mereka. Hal itu dapat terjadi karena warga Jepang sering melakukan simulasi bencana gempa.

Bagaimanapun, kita harus tetap berusaha agar bencana yang terjadi dapat dikurangi resikonya. Kita ingat pepatah mencegah lebih baik daripada mengobati. Lebih baik kita berusaha meminimalisir resiko daripada merehabilitasi bangunan yang rusak. Anggaran untuk pengurangan resiko tentunya lebih kecil daripada anggaran untuk rehab. Sekarang mau pilih mana? Mengurangi reiko atau Merehabilitasi?

Selesai sudah...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Akhir Tahun: 2022, Kembali dan Mengingat Mourinho

Melihat Huesca, Mengingat Chairil

Catatan Akhir Tahun: Di Garis Batas