Kisruh Tiada Akhir...

Sepakbola pada dasarnya adalah sebuah olahraga yang dimainkan oleh 22 pemain yang ada di lapangan. Untuk mengaturnya, ada 1 orang wasit dibantu oleh 2 orang hakim garis alias klebet. Tetapi di Indonesia, sepakbola berlangsung begitu ruwet, njlimet, seperti benang bundet. Penyebabnya apalagi kalau bukan kisruh yang terjadi di tubuh PSSI, organisasi yang harusnya menaungi dan mengayomi persepakbolaan nasional.

Kisruh ini bermula ketika PSSI dianggap melanggar statuta PSSI dan kongres Bali. Kongres Bali mengamanatkan kepada PSSI bahwa pengelola kompetisi adalah PT Liga Indonesia dan kompetisi tertinggi adalah ISL. Tetapi, PSSI malah membuat kompetisi IPL dan memberi pengelolaannya kepada PT LPIS. Yang lebih aneh dan tidak lucu, PSSI seenaknya sendiri menaikan jumlah peserta kompetisi dari 18 tim menjadi 24 tim.

Hal itulah yang membuat klub-klub tidak sependapat dengan keputusan PSSI. Mereka lebih memilih berkompetisi dibawah naungan PT LI. Akibatnya, kompetisi terpecah menjadi 2. Ada 18 klub yang bermain di ISL dan 12 klub yang ada dibawah naungan IPL. Setali tiga uang, kompetisi divisi utama juga mengalami nasib serupa. Ada divisi utama versi PT LI dan divisi utama versi PT LPIS.

Akibat dari dualisme kompetisi tersebut kini sudah mulai terasa. PSSI melarang para pemain yang berkompetisi di ISL untuk memperkuat timnas. PSSI berpedoman pada statuta FIFA pasal 79 yang jika diterjemahkan berbunyi, "Pemain dan tim yang berafiliasi kepada Anggota atau anggota sementara dari Konfederasi tidak dapat memainkan pertandingan atau membuat kontak olahraga dengan pemain atau tim yang tidak berafiliasi dengan Anggota atau anggota sementara dari Konfederasi tanpa persetujuan FIFA". Jika aturan tersebut dijalankan maka kita tidak lagi melihat BP, Boas, Gonzales,dan pemain timnas yang berkompetisi di ISL memperkuat timnas. Pie Cobak???

Kabar terakhir, dalam Rapat Akbar Sepakbola Nasional yang dihadiri 452 perwakilan anggota PSSI menguat desakan kepada PSSI untuk segera menggelar Kongres Luar Biasa. Mereka berpendapat bahwa Ketum PSSI Johar Arifin tidak becus menjalankan roda organisasi. PSSI sekarang juga dianggap tidak dapat menjalankan amanat kongres Bali dan Statuta PSSI sendiri.

Itulah potret sepakbola negeri ini. Udah miskin prestasi, stakeholdernya pada ribut sendiri. Seharusnya pihak yang berseteru mengadakan rekonsiliasi. Mereka harus duduk satu meja dan berpikir untuk kepentingan organisasi, bukan malah kepentingan pribadi. Jika rekonsiliasi tersebut urung terjadi, mustahil kisruh PSSI akan dapat diakhiri...

Belum selesai...
Karena masih ada episode lanjutan kisruh PSSI...

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Catatan Akhir Tahun: 2022, Kembali dan Mengingat Mourinho

Melihat Huesca, Mengingat Chairil

Catatan Akhir Tahun: Di Garis Batas