Buka Bersama
Salah satu agenda yang jamak
dilakukan saat ramadan adalah buka bersama. Buber telah menjadi tren di semua
kalangan. Kita dapat melihat berbagai macam rumah makan penyedia jasa juliner
penuh sesak saat menjelang maghrib. Mau puasa atau tidak, yang penting bisa
meramaikan buka bersama. Sejauh ini saya telah menghadiri 1 buber, kemarin sore
diundang buber tapi nggak datang, dan nanti sore ada ada undangan buber juga.
Buka bersama terjadi karena ada
kesamaan/interseksi dalam lapisan masyarakat. Unsur penyatu tersebut bisa dari
pendidikan, pekerjaan, maupun tempat asal. Makanya, ada buber teman SD, SMP, SMA,
PT. Adapula buber teman les dulu, apakah les biola, les piano, atau les balet. Buber
daerah juga ada. Pokoknya, siap-siap saja anggaran untuk mengikuti safari buka
bersama. Jika tidak menerapkan disiplin fiskal, kita bisa mengalami defisit
anggaran. Mirip Indonesia tahun 1960an yang anggarannya habis untuk proyek
mercusua. Sama halnya Indonesia tahun 60-an, buber bisa menjadi proyek mercusuar dan
gagah-gagahan.
Menurut saya, pelaksanaan buka
bersama sudah bergeser dari sekadar ajang membatalkan puasa menjadi ajang untuk
aktualisasi diri. Menurut teori hierarki kebtuhan Maslow, buber sudah naik
tingkat dari kebutuhan fisiologis, menjadi kebutuhan aktualisasi diri. Dari buka
bersama untuk cari kenyang, menjadi buka bersama untuk senang-senang.
Buka bersama juga menjadi ajang
reuni. Ibarat puzzle, buber menyatukan kembali mereka yang terpisah-pisah dalam
satu kesempatan. Cerita buber adalah cerita tentang sejarah. Menjadi hal yang
asyik ketika kita bertemu dengan kawan lama lalu saling bercerita tentang
kebodohan kita saat di sekolah dulu.
Saya cukup senang apabila ada acara
buka bersama. Saya berpatokan pada kalimat “berbukalah dengan yang manis”. Nah,
jika ada “yang manis” ikut buber, saya juga ikut. Itung-itung penyegaran dab. Tentu
saja menyehatkan jiwa raga juga. Hehehe. Tapi ada suatu masa dimana saya buber
dan hanya dihadiri lakik-lakik semua. 2 tahun lalu, ketika buber SD, yang ikut
sekitar 10 orang dan lanangan kabeh. Sudah mirip boyben pokoke. Tempat bubernya juga kurang representatif. Mosok pada saat menjelang buka puasa, lampune mati og pie.
Sampai saat ini ada buber yang
belum dapat terlaksana yaitu buber rekan kuliah. Tahun lalu ketika menjadi
ketua kelas, saya mencoba menginisiasi pelaksanaan acara tersebut. Karena
kesibukan rekan-rekan, hal tersebut belum berhasil. Entah tahun ini akan
diadakan buber teman kuliah atau tidak. Soalnya
waktu kuliah kita sudah semakin sempit. tahun depan sudah semester 6. Pada
bulan ramadan tahun depan, mata kuliah teori yang ditempuh rekan-rekan sudah habis
dan sudah masuk pada tahap skripsi. Saat itulah semua akan mencar-mencar, melanjutkan perjalanan secara individu untuk
menggapai impiannya. Dan pada saat itu, semua menjadi sulit untuk dikumpulkan. Hehehe
Demikian saja untuk edisi 4 kali
ini. Selamat berpuasa hari ke 4.
Selesai sudah, dan BUBERKAN
P.B
Komentar
Posting Komentar